Tradisi Berburu Paus di Lamalera

Selasa, 28 Juni 2011



Perburuan ikan paus di Desa Lamalera, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, NTT, sudah menjadi tradisi turun-temurun. Tradisi ini telah memperkenalkan penduduk di kaki Gunung Labalekan ini ke seluruh dunia.
Jika di daerah Kanada, Greenland, atau di sekitar kutub selatan ada tradisi berburu anjing laut dan penguin, maka di Indonesia ada tradisi yang lebih ekstrem lagi, yaitu tradisi berburu ikan paus. Tradisi ini hanya dilakukan oleh penduduk Desa Lamalera di Kabupaten Lembata. Tradisi ini telah berlangsung lama, sejak nenek moyang suku Lamalera menempati tanah Lomblen. Berbagai sumber menyebutkan tradisi ini sudah ada sejak abad ke-16.
Sebelum berburu paus di lautan lepas, para nelayan Lamalera berdoa bersama kepada Tuhan agar mereka berhasil dalam perburuan ikan paus. Dengan doa, ritual adat dan perlengkapan tradisional mereka mengarungi lautan untuk menaklukan “raksasa laut” itu. Para nelayan tradisional hanya dilengkapi satu-satunya senjata andalan berupa tombak yang dinamakan tempuling. Senjata tradisional ini berupa sebatang bambu panjang yang di salah satu ujungnya ditancap besi runcing. Dengan senjata itu mereka berusaha membunuh ikan paus, yang besar tubuhnya puluhan kali lebih besar dari tubuh manusia.
Betapa kekuatan sepotong besi mampu menaklukan ikan jenis ini. Karena itu tak heran arus kunjungan wisatawan ke sana dari tahun ke tahun terus meningkat. Tetapi terkadang para nelayan tradisional mengalami naas. Ikan raksasa yang terluka menyeret perahunya para nelayan hingga perairan Australia atau sampai di Kupang, Ibukota Propinsi NTT. Ketika ikan itu sudah berhasil ditombaki –dimana ujung tombak yang lain diikat tali yang disambungkan ke perahu– para nelayan ini mengikuti saja pergerakan ikan sampai melemah. Tak berdaya. Di saat itu para nelayan menarik ikan ke pantai Lamalera.
Kadang-kadang pula mereka menjadi korban akibat hempasan ekor ikan raksasa itu yang kaget saat ditombaki. Perahu bisa langsung pecah dengan hanya satu kali tebasan ekor paus. Maklum, bentangan sirip ekor ikan itu bahkan lebih lebar dari badan perahu tradisional yang digunakan untuk memburu paus. Tak jarang jatuh korban jiwa.
Jika jatuh dan ada nelayan yang mati saat bertarung melawan paus, kenyataan itu selalu dikaitkan dengan suasana di daratan. Diyakini sebelum berangkat, korban “belum bersih” dalam arti masih ada silang sengketa di keluarganya, mungkin masih belum berdamai dengan istri dan anak-anaknya jika ada pertengkaran sebelumnya. Atau ada pelanggaran adat di kampung. Karena itu anggota nelayan yang pergi berburu ikan paus harus “bersih diri”, “bersih rumahnya”.
Perburuan paus biasanya dimulai pada bulan Mei, perburuan dilakukan menggunakan perahu yang terbuat dari kayu yang disebut paledang. Orang yang bertugas menikam paus disebut lama fa. Orang ini berdiri di ujung perahu, buritan atau haluan, saat paus yang diburu mulai kelihatan. Lama fa selalu mencari kesempatan untuk menikamkan tempuling di tubuh paus. Tombak atau tempuling bukan sekadar dilempar ke tubuh paus, melainkan si lama fa melompat menuju paus sambil memegang tempuling dan dengan kekuatan penuh dia menghujamkan tempuling ke tubuh paus.
Bisa dibayangkan kekagetan dan rasa sakit ikan paus saat ditombaki dan bagaimana reaksi ikan raksasa itu, yang sangat mungkin membahayakan lama fa dan perahu para nelayan. Tapi tidak ada rasa gentar. Ikan paus harus ditaklukan agar bisa dibawa pulang ke Lamalera, berapa pun jauhnya ikan itu berusaha melarikan diri sampai melemah dan akhirnya mati. Terkadang perahu ”diseretnya” ke lautan lepas sampai para pemburu kehabisan bekal karena berhari-hari di laut lepas menaklukan paus.
Daging paus yang diperoleh dari perburuan ini nantinya akan dibagikan kepada seluruh penduduk sesuai besar kecilnya jasa wakil anggota keluarga mereka dalam proses perburuan paus. Selain hasil daging, masyarakat juga memanfaatkan minyak paus sebagai minyak urut, bahan obat dan bahan bakar untuk lampu teplok.
Walaupun sudah ada beberapa konvensi yang melarang perburuan paus tersebut, tapi tradisi berburu paus ini sampai sekarang masih tetap dipertahankan. Para penduduk Lamalera mengatakan bahwa mereka tahu paus mana yang menjadi buruan mereka. Paus yang masih kecil dan yang sedang hamil tidak akan diburu. Hal itu untuk menjaga populasi paus di daerah Lamalera.
Kini para orang tua di Lamalera berusaha keras melatih anak mereka agar kelak menjadi lama fa. Hal ini disebabkan karna makin hilangnya kesadaran para pemuda Lamalera dalam mempertahankan tradisi berburu paus yang diwariskan nenek moyang.
Pemerintah setempat melalui Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) menjadikan tradisi berburu paus oleh nelayan Lamalera ini sebagai salah satu obyek wisata. Kepala Disbudpar, Wenseslaus Pukan, belum lama ini, mengatakan, sudah mengusulkan Desa Lamalera menjadi desa pariwisata ke dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata yang mulai digulirkan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Keseriusan ini, katanya, untuk mewujudkan Lamalera menjadi salah satu ikon utama pariwisata di Kabupaten Lembata. Dan, hal ini sudah dimulai dengan diadakannya Fertival Baleo di Lamalera, sejak tahun 2009 lalu. Festival akan terus dilakukan setiap tahun.
“Kita sedang konsentrasi untuk menjadikan Lamalera sebagai ikon pariwisata kita, dan itu kita sudah mulai dari tahun 2009 lalu, dengan mulai melaksanakan Festival Baleo. Karena memang selama ini, wisatawan asing dan regional berkunjung ke Lamalera, untuk melihat tradisi ini,” jelasnya.
Saat ini, katanya, sudah diusulkan agar Desa Lamalera A dan B untuk masuk dalam desa prioritas sasaran PNPM Mandiri Pariwisata. Dia berharap dengan campur tangan pemerintah pusat, Lamalera dapat lebih maju dan semakin dikenal dunia.
(Berbagai Sumber)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Search

IKLAN

CLOCK

MY GLOBE

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

PLEASE TRANSLATE HERE

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : AFC

VISITOR

VISITOR FLAG

free counters

Total Tayangan Halaman

© 2010 AFRI COLLECTION Blog Pemancing Design by Dzignine
In Collaboration with Edde SandsPingLebanese Girls